Jl. Ir. H. Djuanda No. 32B, Mamuju, Sulbar info@yayasankarampuang.or.id
Ikuti kami:
Perlindungan Anak

Mamuju - Bertepatan dengan Hari Anak Nasional, Yayasan Karampuang atas kerjasama Unicef Indonesia melaksanakan advokasi untuk penetapan aturan desa tentang pencegahan perkawinan usia anak di Desa Pammulukang, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju pada hari Kamis, 23 Juli 2020 bertempat di Kantor Desa Pammulukang

Hadir pada kesempatan tersebut Ija Syahruni (direktur Yayasan Karampuang), Rusli (Kades Pati’di), Abd. Rahim (Sekdes Pammulukang) serta sejumlah peserta dari Bidan Desa, KPM desa, Tokoh pemuda, Ketua BPD, Sekretaris BPD, Kadus Salundangi, Kadus Rombiapo, Kadus Betteng Batu, Kadus Pondok Indah, Kadus Timur, Guru SDN Pammulukang, dan Ketua-ketua RT.

Anhar salaku Program Officer kegiatan dalam sambutannya saat pembukaan acara mengatakan, kegiatan ini bertujuan agar di Desa Pammulukang tidak terjadi perkawinan usia anak. Kenapa bukan pernikahan usia dini, karena kategori usia dini tidak universal hanya mencakup anak PAUD sehingga istilah pernikahan usia dini direvisi dengan nomenklatur perkawianan usia anak yang bersifat universal.

“Saya berharap kegiatan ini dapat dilakukan secara serius untuk masa depan anak kita nantinya. Dan saya ingin menekankan bahwa kegiatan ini murni kegiatan social, tidak ada unsur politik. Sehingga saya berharap peserta dapat mengikuti kegiatan secara seksama dan dapat merekomendasikan lahirnya peraturan desa terkait pencegahan pernikahan usia anak,” kata Anhar.

Abdul Rahim, Sekertaris Desa Pammulukang dalam sambutannya menyampaikan maaf Kepala Desa Pammulukang karena tidak sempat hadir dalam kegiatan, disebabkan menghadiri kegiatan di Kota Kabupaten.

Abdul Rahim juga menyampaikan, pada tahun 2017 kegiatan tentang pernikahan usia anak pernah dilakukan di Desa Pammulukang. “Dan kegiatan kali ini merupakan kegiatan lanjutan yang nantinya kita akan membuat Perdes terkait pencegahan perkawinan anak. Sehingga sangat diharapkan partisipasi semua yang hadir dalam kegiatan ini,” harapnya.

Direktur Yayasan Karampuang mengatakan, pentingnya membangun kesamaan pemahaman tentang pencegahan perkawinan usia anak, sehingga harapan adanya Peraturan Desa tentang pencegahan perkawinan usia anak di Desa Pammulukang dapat terwujud atas dasar kesadaran.

“Jadi harapan adanya regulasi, betul-betul lahir atas kebetuhan dan kesadaran masyarakat di Desa Pammulukang, mampu mencegah dan melindungi anak kita dari dampak buruk pencegahan usia anak,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, hadir juga Rusli, Kepala Desa dan Rena bendahara DesaPati’di untuk sharing pengalaman penerbitan peraturan desa tentang pencegahan perkawinan usia anak.

“Kami adalah Desa pyloting pertama di Sulawesi Barat yang menerbitkan Perdes tentang pencegahan perkawinan usia anak. Ada beberapa poin yang menjadi alasan kami menerbitkan perdes ini. Kami melihat kasus baik dalam lingkup masyarakat di Desa Pattidi khususnya maupun di luar Desa Pattidi, marak terjadi kasus perkawinan usia anak. Apalagi jika anak tersebut sudah terlanjur ‘masuk angin’ maka orangtua atau masyarakat yang masih memegang teguh budaya siri akan menabrak segala bentuk aturan demi menjaga nama baik atau terhindar dari aib,” tutur Rusli.

Perdes ini adalah batasan, lanjut Rusli, mudah-mudahan melalui perdes ini kita meminimalisir perkawinan anak. Salahsatu inisiasi yang mendorong kami membuat perdes karena maraknya perkawinan anak dibawah umur. “Karena ketika kita hanya menyampaikan saja dampak pernikahan usia anak kurang maksimal. Jadi perdes yang kita buat ini adalah payung hukum di Desa. Tetapi kembali kepada kesadaran anak-anak kita tentang resiko pernikahan usia anak jika terjadi. Semoga setelah ada perdes di Desa, kami berharap ada perubahan yang terlihat atau yang dilaksanakan oleh masyarakat,” ujarnya.

Rena juga menyampaikan, saya tambahkan sedikit apa yang dijelaskan oleh Pak Kepala Desa. Bahwa di Desa Pattidi terbit peraturan desa no.1 tentang pencegahan perkawinan usia anak. Yang kami lakukan adalah yang pertama advokasi kepada kepala desa, selanjutnya yang paling berperan adalah BPD yang menjadi pelopor desa dan yang akan menjadi tim perumus Perdes nantinya.

“Langkah awal yang kita lakukan yaitu assessment tentang pentingnya penerbitan perdes. Dalam perdes itu ada poin-poin yang sesuai dengan kondisi sosial di masyarakat setempat. Implementasi perdes ini tidak akan berjalan dengan baik jika warga dan semua elemen masyarakat tidak menjalankannya dengan maksimal. Kalau bisa ada forum anak untuk mewadahi potensi anak semisal bagaimana anak-anak menyampaikan aspirasinya,” jelasnya.

Masih kata Rena, dalam perdes tersebut belum ada sanksi, tetapi kami uji coba dulu dengan memberi sanksi ringan. Kriteria sanksi yang diberikan berdasarakan beberapa poin: sanksi tersebut Tidak menghakimi, sanksi tidak boleh bertentangan adat istiadat di Desa, dan sanski tidak bertentangan dengan hukum pemerintah. Contoh sanksi yang kami lakukan jika pernikahan anak terpaksa terjadi adalah tidak memberikan kartu nikah dari pihak KUA. (*)



Silahkan dibagikan:


Tinggalkan Komentar