Berdasarkan laporan fasilitator remaja dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Mamuju dan Kecamatan Kalukku, diketahui jumlah partisipasi remaja usia 15-18 tahun berkurang secara signifikan. Fasilitator remaja menyampaikan hal ini saat repat evaluasi lingkar remaja program pencegahan pernikahan usia anak di Kantor Yayasan Karampuang, Kamis, 8 Februari 2018.
Berkurangnya jumlah remaja ini ternyata memiliki alasan yang berbeda disetiap wilayah. Ada karena waktu, jarak dan suasana hati. Seperti di Desa Pamulukang Kec. Kalukku’, menurut Fasilitator remaja,Panji, alasan remaja tidak mengikuti sesi karena bertepatan dengan jam kerja mereka. Kasus ini kurang lebih sama dengan kondisi di Desa Batu pannu, Kecamatan Mamuju, menurut fasilitator remaja Desa Battu Pannu, Lukman, remaja didesanya tidak ada masalah dengan materi kartu aktivitas remaja, hanya saja, kebanyakan remaja usia 15-18 tahun disana sudah memiliki pekerjaan.
Beda kasus dengan remaja di Desa Karampuang, Kec. Mamuju, menurut fasilitator remaja Tamin, alasan utama remaja tidak mau lagi mengikuti sesi karena materi pada kartu aktivitas remaja, mereka menganggap, bermain sambil belajar itu seperti anak-anak.
“waktu kami bertanya ke teman lingkaran yang masih hadir, kenapa temannya tidak datang? Si anak ini menjawab kalau temannya sudah tidak mau lagi hadir karena materinya seperti pelajaran anak-anak, mereka maunya yang serius. Ada juga yang tidak mau bergabung karena malu, sebab beberapa sesi sebelumnya tidak hadir.” Urai Tamin.
Kondisi remaja diwilayah pesisir seperti Desa Karampuang tersebut, mirip dengan remaja di pesisir Kalukku yakni Desa Belang-Belang. Menurut Sukri, fasilitator remaja Belang-belang, remajanya juga mulai berkurang bahkan sampai 5 dari 20 orang, karena materi sesi yang katanya seperti materi anak-anak.
Semantara remaja di wilayah perkotaan seperti di Kelurahan Binanga, alasannya, jika ada satu remaja yang tidak ingin masuk sesi, maka remaja lainnyan juga ikut tidak datang. Ada juga yang terkendala oleh jarak.
“ada satu remaja saya, katanya tidak bisa keluar rumah kalau tidak dijemput sama temannya, tapi, teman yang diutus untuk menjemput ini justru tinggal disana karena rumah teman yang dijemput ini ada wifi nya, jadi dia keasikan internetan.” Sebut Aldi, Fasilitator Kelurahan Binanga.
Begitupun di Kelurahan Kalukku, menurut fasilitator remaja Husnah, remaja disana kebanyakan memiliki aktivitas lain diluar, sehingga tidak datang saat sesi sedang berjalan, sebagian juga ada remaja yang bekerja.
Meski begitu, masih terdapat cerita positif dari lingkar remaja usia 15-18 tahun ini, salah satunya di Desa Karampuang. Berdasarkan laporan fasilitator remaja Karampuang Dian Hardianti, ada seorang remaja yang sama sekali belum pernah absen sejak sesi 1 hingga sesi yang berjalan saat ini, namanya Helmi (perempuan). Alasannya, selain karena semangat dari dirinya sendiri, juga ada dukungan dari orang tuanya, dan kondisi rumah yang tidak begitu jauh dengan kelas lingkar remaja.
Menanggapi hal tersebut, penanggung jawab program pencegahan pernikahan usia anak yayasan karampuang, Ija sahruni mengatakan, fasilitator remaja mesti meminta pendapat masing-masing remaja dengan menuliskan dikertas stick note tanpa menuliskan nama lalu dilipat dan dimasukkan dalam kotak sehingga remaja tidak sungkan menulis pendapatnya, atau dengan mengunjugi rumah remaja secara personal.
Menurut Ija, walaupun jumlah remaja berkurang, fasilitator remaja mesti tetap menjalankan sesi. Ini agar dapat diketahui, apakah metode yang diterapkan di Kabupaten mamuju ini layak direplikasi atau tidak. Sekedar informasi, model pencegahan pernikahan usia anak yang berjalan di kabupaten mamuju tersebut merupakan model pertama di Indonesia.
Selain remaja usia 15-18 tahun, di lingkar remaja kec. Mamuju dan kalukku juga mempunyai lingkar remaja usia 10-14 tahun. Dalam perkembangannya, berdasarkan laporan para fasilitator remaja, lingkaran ini tidak ada kendala, baik dari jumlah maupun semangat belajarnya. (ykm/dhl)