PALU - Kegiatan lingkar remaja di posko pengungsian kini sampai pada tahap akhir. Sesi 20, peserta lingkar remaja bertugas melakukan advokasi kepada masyarakat terkait pencegahan perkawinan usia anak. Bentuk advokasi lingkar remaja tersebut datang dari ide peserta remaja dimasing-masing posko pengungsian.
Di posko mamboro kota palu, peserta lingkar remaja berinisiatif mengampanyekan pencegahan perkawinan usia anak dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama menolak perkawinan usia anak dengan tekhnik door to door menyisir huntara (hunian sementara).
Pada hari sabtu, 13 April 2019 sebanyak 40 peserta lingkar remaja posko mamboro, didapingi 2 orang fasilitator remaja mulai menjalankan aksi kampanyenya. Mereka melakukan kampanye mengunjungi satu persatu rumah di huntara Mamboro, tepatnya di belakang terminal Mamboro. Anak lingkar remaja ini membawa poster berisi pesan-pesan positif mengenai remaja, membagikan pamflet atau selebaran yang berisi dampak buruk jika menikah diusia anak, lalu mengajak masyarakat untuk menandatangani petisi penolakan terhadap perkawinan usia anak.
“poster-poster serta pamflet yang dipegang oleh teman-teman remaja berisi tentang pesan-pesan positif terkait remaja. Isinya, digambar sendiri oleh remaja dari ide-ide hasil diskusi kelompok mereka.” Sebut Abd. Muin, Fasilitator Remaja Posko Mamboro.
Kemudian, bagi masyarakat yang berpartisipasi menandatangani petisi, mendapat pin bertuliskan ‘tolak perkawinan anak’ yang disematkan langsung oleh anak remaja.
“selain itu, peserta lingkar remaja juga melakukan interview langsung kepada masyarakat yang ada di huntara terkait tanggapan mereka mengenai perkawinan usia anak. Sebagai fasilitator, kami salut melihat aksi teman-teman lingkar remaja yang sudah berani berbicara bahkan mewawancara orang yang lebih dewasa, padahal awalnya mereka sangat pemalu.” Sambung Yeti Rosita yang juga Fasilitator Remaja di Posko Mamboro.
Menanggapi aksi kampanye lingkar remaja, salah seorang warga Mamboro, Ibu Sintia Abbas menilai bahwa kegiatan lingkar remaja sangat bermanfaat bagi anak utamanya menambah wawasan anak-anak remaja mengenai perkawinan usia anak. Sintia menjadi salah satu warga yang turut bertanda tangan menolak praktek perkawinan usia anak. Menurutnya, anak-anak sebaiknya menyelesaikan pendidikan sekolah terlebih dahulu.
Selain Sintia Abbas, juga ada Ibu Miriati yang setuju untuk menolak perkawinan usia anak. Menurutnya, anak-anak mesti mengejar dan mencapai cita-cita terlebih dahulu sebelum menikah.
Aksi kampanye lingkar remaja mamboro ini mendapat respon positf dari masyarakat di posko pengungsian. Sebanyak kurang lebih 50 warga turut berpartisipasi menandatangani petisi menolak perkawinan usia anak.
Untuk diketahui, aktivitas lingkar remaja di posko pengungsian telah berjalan sejak bulan Desember 2018 di 25 titik posko pengungsian. Selain posko Mamboro, masih ada 24 posko pengungsian yang tersebar di Palu, Sigi dan Donggala sebagai titik aktivitas 50 lingkar remaja, dimana 1 posko ada 2 lingkar remaja yang berisi 20 anak pada setiap lingkaran. Kegiatan ini berjalan atas dukungan Unicef bekerjasama dengan Yayasan Karampuang. (dhl)